Terjemahan Riyadhus Shalihin
BAB 36-40
( بِسْمِ الله الرحمَنِ الحيمِ )
Riyadhus Shalihin
۞ BAB 36 ۞
Memberikan Nafkah Kepada Para Keluarga
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan menjadi kewajipan ayah untuk mencukupkan keperluan rezeki - makan minum - serta pakaian dangan secara baik sepantasnya - kepada ibu yang menyusukan anaknya." (al-Baqarah: 233)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Hendaklah orang yang mampu itu memberikan nafkahnya sesuai dengan kemampuannya dan barangsiapa yang terbatas rezekinya, maka bendaklah memberikan nafkabnya sesuai dengan pemberian Allah kepadanya. Allah tidak memaksakan kepada seseorang melainkan sesuai dengan kurnia yang diberikan olehNya kepada orang itu." (at-Thalaq: 7)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan segala sesuatu apa pun yang engkau semua nafkahkan, maka Allah tentu menggantinya." (Saba': 39)
290. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sebuah dinar yang engkau belanjakan untuk perjuangan fisabilillah, sebuah dinar yang engkau belanjakan untuk seseorang hamba sahaya - lalu dapat segera merdeka, sebuah dinar yang engkau sedekahkan kepada seseorang miskin dan sebuah dinar yang engkau nafkahkan kepada keluargamu, maka yang terbesar pahalanya ialah yang engkau nafkahkan kepada keluargamu itu." (Riwayat Muslim)
291. Dari Abu Abdillah (ada yang mengatakan namanya itu ialah Abu Abdirrahman) iaitu Tsauban bin Bujdud, yakni hamba sahaya Rasulullah s.a.w., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Seutama-utama dinar yang dinafkahkan oleh seseorang lelaki ialah dinar yang dinafkahkan kepada keluarganya, dan juga dinar yang dinafkahkan kepada kenderaannya untuk berjuang fi-sabilillah dan pula yang dinafkahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk berjuang fisabilillah juga." (Riwayat Muslim)
292. Dari Ummu Salamah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya bertanya: "Ya Rasulullah, adakah saya dapat memperolehi pahala jikalau saya menafkahi anak-anak Abu Salamah dan saya tidak membiarkan mereka berpisah begini begitu - yakni bercerai berai ke sana ke mari untuk mencari nafkahnya sendiri-sendiri, sebab hanyasanya mereka itu anak-anak saya juga - kerana Abu Salamah adalah suaminya Ummu Salamah." Beliau s.a.w. menjawab: "Ya, engkau memperolehi pahala dari apa yang engkau nafkahkan kepada anak-anak itu." (Muttafaq 'alaih)
293. Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. dalam Hadisnya yang panjang yang sudah kami huraikan sebelum ini dalam permulaan kitab, iaitu dalam bab niat, bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda kepadanya - Sa'ad - iaitu:
"Sesungguhnya engkau tiada menafkahkan sesuatu nafkahpun yang dengannya itu engkau mencari keredhaan Allah, melainkan engkau pasti diberi pahala kerana pemberian nafkahmu tadi, sampai pun sesuatu yang engkau jadikan untuk makanan mulut isterimu." (Muttafaq 'alaih)
294. Dari Mas'ud al-Badri r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Jikalau seseorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan niat mengharapkan keredhaan Allah, maka apa yang dinafkahkan itu adalah sebagai sedekah baginya - yakni mendapat kan pahala seperti orang yang bersedekah." (Muttafaq 'alaih)
295. Dari Abdullah bin 'Amr bin al'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Cukuplah seseorang menanggung dosa, jikalau ia menyia-nyiakan orang yang wajib ditanggung makannya."
Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan lain-lain. Dan juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya dengan pengertian sebagaimana di atas itu, iaitu sabda Rasulullah s.a.w.: "Cukuplah seseorang itu menanggung dosa, jikalau ia menahan - tidak memberikan makan - kepada orang yang menjadi miliknya - tanggungannya."
296. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Tiada suatu hari pun yang semua hamba Allah berpagi-pagi pada hari itu, melainkan ada dua malaikat yang turun - ke bumi, yang satu berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang memberikan nafkah akan gantinya," sedang yang lainnya berkata: "Ya Allah, berikanlah kepada orang yang menahan - hartanya dan enggan menafkahkan akan kerosakan - menjadi habis sama sekali." (Muttafaq 'alaih)
297. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Tangan bahagian atas itu lebih baik dari tangan bagian bawah - yakni yang memberi lebih baik daripada yang diberi. Dan mulailah dahulu dengan orang yang menjadi keluargamu. Sebaik-baik sedekah ialah yang diberikan di luar keperluan - yakni bahwa dirinya sendiri sudah cukup untuk kepentingannya dan kepentingan keluarganya. Barangsiapa yang menahan diri - tidak sampai meminta sekalipun miskin, maka Allah akan mencukupkan kebutuhannya dan barangsiapa yang merasa kaya - merasa cukup dengan apa yang ada disisinya, maka Allah akan membuatnya kaya - cukup dari segala keperluannya." (Riwayat Bukhari)
_______________
۞ BAB 37 ۞
Memberikan Nafkah Dari Sesuatu Yang Disukai Dan Dari Sesuatu Yang Baik
Allah Ta'ala berfirman:
"Tidak sekali-kali engkau semua akan dapat memperoleh kebajikan, sehingga engkau semua suka membelanjakan dari sesuatu yang engkau cintai." (ali-lmran: 92)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Hai sekalian orang-orang yang berimah, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari apa-apa yang engkau semua usahakan dan dari apa-apa yang Kami keluarkan dari bumi dan janganlah engkau semua sengaja memilihkan yang buruk-buruk di antara yang engkau semua nafkahkan itu." (al-Baqarah: 267)
298. Dari Anas r.a., katanya: "Abu Thalhah adalah seorang dari golongan kaum Anshar di Madinah yang terbanyak hartanya, terdiri dari kebun kurma. Di antara harta-hartanya itu yang paling dicintai olehnya ialah kebun kurma Bairuha'. Kebun ini letaknya menghadap masjid - Nabawi di Madinah. Rasulullah s.a.w. suka memasukinya dan minum dari airnya yang nyaman." Anas berkata: "Ketika ayat ini turun, yakni yang ertinya: "Engkau semua tidak akan memperolehi kebajikan sehingga engkau semua suka menafkahkan dari sesuatu yang engkau semua cintai," maka Abu Thalhah berdiri menuju ke tempat Rasulullah s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:
- ertinya sebagaimana di atas. Padahal hartaku yang paling saya cintai ialah kebun kurma Bairuha', maka sesungguhnya kebun itu saya sedekahkan untuk kepentingan agama Allah Ta'ala. Saya mengharapkan kebajikannya serta sebagai simpanan - di akhirat di sisi Allah. Maka dari itu gunakanlah kebun itu ya Rasulullah, sebagaimana yang Allah memberitahukan kepada Tuan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Aduh, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya - berlipat ganda pahalanya bagi yang bersedekah, yang sedemikian adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya. Saya telah mendengar apa yang engkau ucapkan dan sesungguhnya saya berpendapat supaya kebun itu engkau berikan kepada kaum keluargamu - sebagai sedekah."
Abu Thalhah berkata: "Saya akan melaksanakan itu, ya Rasulullah." Selanjutnya Abu Thalhah membahagi-bahagikan kebun Bairuha' itu kepada keluarga serta anak-anak bap saudaranya." (Muttafaq 'alaih)
Sabda Nabi s.a.w.: Malun raabihun, diriwayatkan dalam kitab shahih Raabihun dan ada pula yang mengatakan Raayihun, jadi ada yang dengan ba' muwahhadah dan ada yang dengan ya' mutsannat, maksudnya menguntungkan yakni keuntungannya itu kembali padamu sendiri.
"Bairuha"' adalah suatu kebun kurma, diriwayatkan dengan kasrahnya ba' atau dengan fathahnya - jadi Biruha' atau Bairuha'.
___ ,____
۞ BAB 38 ۞
Kewajiban Memerintah Keluarga Dan Anak-anak Yang Sudah Tamyiz, juga Semua Orang Yang Dalam Lingkungan Penjagaannya, Supaya Taat Kepada Allah Ta'ala Dan Melarang Mereka Dari Menyalahinya, Harus Pula Mendidik Mereka Dan Mencegah Mereka Dari Melakukan Apa-apa Yang Dilarang
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan perintahlah keluargamu dengan sembahyang dan bersabarlah atasnya." (Thaha: 132)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa neraka - Bahan bakarnya adalah para manusia dan batu." (at-Tahrim: 6)
299. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "al-Hasan bin Ali radhiallahu 'anhuma mengambil sebiji buah kurma dari kurma hasil sedekah lalu dimasukkannya dalam mulutnya. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Kakh, kakh - jijik, jijik , lemparkan itu, adakah engkau tidak tahu bahawasanya kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Muththalib - itu tidak halal makan benda sedekah." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan "Bahawa bagi kita - golongan Bani Hasyim dan Bani Mutthalib - tidak halal makan sesuatu yang dari hasil sedekah."
Sabda Nabi s.a.w.: "Kakh, kakh", dikatakan dengan sukunnya kha' dan ada yang mengatakan pula dengan kasrahnya kha' serta ditanwinkan - lalu menjadi kakhin, kakhin. Ini adalah kata melarang kepada anak-anak dari apa-apa yang dianggap jijik atau kotor. Al-Hasan di kala itu masih kecil sebagai anak-anak.
300. Dari Abu Hafsh iaitu Umar r.a. bin Abu Salamah, yakni Abdullah bin Abdul-asad. Ia adalah anak tiri Rasulullah s.a.w. katanya: "Saya pernah berada di pangkuan Rasulullah s.a.w. dan tanganku - ketika makan - berputar di seluruh penjuru piring, lalu Rasulullah s.a.w. bersabda padaku:
"Hai anak, bacalah Bismillahi Ta'ala - sebelum makan - dan makanlah dengan tangan kananmu, pula makanlah dari makanan yang ada di dekatmu saja." Maka senantiasa sedemikian itulah cara makanku sesudah itu." (Muttafaq 'alaih)
301. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semuanya saja akan ditanya tentang pimpinannya. Seorang imam - pemerintah - adalah pemimpin dan akan ditanya tentang pimpinannya. Seorang lelaki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanya tentang pimpinannya, seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang pimpinannya. Seorang pelayan juga pemimpin dalam harta tuannya dan akan ditanya tentang pimpinannya. Maka semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan akan ditanya tentang pimpinannya." (Muttafaq 'alaih)
Hadis ini dengan jelas menyebutkan bahawa sekalipun sesuatu itu dipandang umum sangat remeh dan tidak perlu diperhatikan, seperti adab kesopanan di waktu makan-minum, duduk, bermain-main dan lain-lain sebagainya, tetapi Agama Islam tetap menyerukan kepada orang tua atau wali anak-anak, agar hal-hal itu diajarkan serta menegur mereka jika mereka berbuat yang tidak baik. Mengajarkan ini wajib dilaksanakan sejak kecil, agar terbiasa nantinya apabila telah dewasa dan orang lain akan menamakan "Anak yang mengerti tatasusila".
302. Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari neneknya r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Perintahlah anak-anakmu untuk menjalankan shalat di waktu mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka, jikalau melalaikan shalat di waktu mereka berumur sepuluh tahun. Juga pisahkanlah antara mereka itu dalam masing-masing tempat tidurnya."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad yang hasan.
303. Dari Abu Tsurayyah iaitu Sabrah bin Ma'bad al-Juhani r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Pelajarilah anak-anak itu akan bersembahyang ketika berusia tujuh tahun dan pukullah ia jikalau melalaikan shalat ketika berumur sepuluh tahun."
Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam-Imam Abu Dawud dan Termidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan. Adapun lafaznya Abu Dawud iaitu: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Perintahlah anak-anak itu untuk bersembahyang ketika ia telah mencapai umur tujuh tahun."
Nota kaki:
Jadi Umar bin Abu Salamah itu anak tiri Rasulullah s.a.w., puteranya isteri beliau s.a.w. yang bernama Ummu Salamah.
_______________
۞ BAB 39 ۞
Hak Tetangga Dan Berwasiat Dengannya
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman seperjalanan, sepekerjaan, sesekolah dan lain-lain - orang yang dalam perjalanan dan - lalu kehabisan bekal hamba sahaya yang menjadi milik tangan kananmu." (an-Nisa': 36)
304. Dari Ibnu Umar dan Aisyah radhiallahu 'anhuma, keduanya berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tidak henti-hentinya Jibril memberikan wasiat kepadaku supaya berbuat baik kepada tetangga, sehingga saya menyangka seolah-olah Jibril akan memasukkan tetangga sebagai ahli waris yakni dapat menjadi ahli waris dan tetangganya." (Muttafaq 'alaih)
305. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Hai Abu Zar, jikalau engkau memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan saling berjanjilah dengan tetangga-tetanggamu - untuk saling beri-memberikan." (Riwayat Muslim)
Dalam riwayat Imam Muslim lainnya, juga dari Abu Zar, katanya: "Kekasihku s.a.w. berwasiat padaku demikian: "Jikalau engkau memasak kuah, maka perbanyakkanlah airnya, kemudian lihatlah keluarga dari tetangga-tetanggamu, lalu berilah mereka itu dengan baik-baik."
306. Dari Abu Hurairah r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Demi Allah, tidaklah beriman; demi Allah, tidaklah beriman; demi Allah, tidaklah beriman!" Beliau s.a.w. ditanya: "Siapakah, ya Rasulullah." Beliau s.a.w. menjawab: "Iaitu orang yang tetangganya tidak aman akan kejahatannya - tipuannya." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan:
Nabi s.a.w. bersabda:
"Tidak akan masuk syurga orang yang tetangganya itu tidak akan aman akan kejahatannya - tipuannya."
Bawaiq, ertinya berbagai macam tipudaya serta kejahatan - baik yang dilakukan dengan tangan, lisan dan lain-lain.
307. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Hai wanita-wanita muslimat, janganlah seseorang tetangga itu menghinakan kepada tetangganya yang lain, sekalipun yang dihadiahkan itu berupa kaki kambing." (Muttafaq 'alaih)
308. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Janganlah seseorang tetangga itu melarang tetangganya yang lain untuk menancapkan kayu di dindingnya -untuk pengukuh atap dan lain-lain."
Abu Hurairah r.a. lalu berkata: "Mengapa engkau semua saya lihat nampaknya menentang dari sunnah - peraturan Nabi s.a.w. -ini? Demi Allah, nescayalah akan saya lemparkan sunnah itu antara bahu-bahumu - maksudnya: Saya paksakan untuk diterimanya, sekalipun nampaknya berat dilakukan." (Muttafaq 'alaih)
Diriwayatkan dengan kata: Khusyubahu dan idhafah dan jama', tetapi diriwayatkan pula dengan kata: Khasyabatan dengan tanwin atas ifrad (yakni dalam bentuk mufrad).
309. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya - baik dengan kata-kata atau perbuatan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau - kalau tidak dapat berkata baik - maka hendaklah berdiam saja - yakni jangan malahan berkata yang tidak baik." (Muttafaq 'alaih)
Dari Abu Syuraih al-Khuza'i r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berbuat baik kepada tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah berkata yang baik atau hendaklah berdiam saja."
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz seperti di atas ini dan Imam Bukhari meriwayatkan sebahagiannya.
Keterangan:
Hadis di atas, juga yang ada di bawahnya itu, mengandungi pengertian bahawa jika kita ingin dianggap sebagai seorang mu'min yang benar-benar sempurna keimanannya, maka tiga hal ini wajib kita laksanakan dengan baik.
(a) Jangan menyakiti tetangga, tetapi hendaknya berbuat baik kepadanya, termasuk di dalamnya tetangga yang dekat atau yang jauh, ada hubungan kekeluargaan atau tidak, juga tanpa pandang apakah ia seorang Muslim atau kafir. Ringkasnya semua diperlakukan sama dalam soal ketetanggaan.
(b) Memuliakan tamu, baik yang kaya ataupun yang miskin, yang sudah kenal atau belum, kenalnya sudah lama atau baru saja bertemu dan berkenalan, seagama ataupun tidak dan lain-lain, bahkan musuh pun kalau datang ke tempat kita, wajib pula kita muliakan sebagai tamu.
Cara memuliakannya ialah dengan jalan menampakkan wajah yang manis, berseri-seri di mukanya, berbicara dengan sopan, menyatakan gembira atas kedatangannya dan segera memberikan jamuan sepatutnya bila mana ada, tanpa memaksa-maksakan diri atau mengada-adakan, sehingga berhutang dan lain-lain.
(c) Kalau dapat mengeluarkan kata-kata yang baik, itulah yang sebagus-bagusnya untuk dijadikan bahan percakapan. Tetapi jika tidak dapat berbuat sedemikian, lebih baik berdiam diri saja.
Dalam mengulas sabda Rasulullah s.a.w. yang terakhir ini. Imam as-Syafi'i r.a. berkata: "Jadi hendaknya difikirkan sebelumnya perihal apa yang hendak dikatakan itu. Manakala memang baik untuk dikeluarkan, maka yang terbagus sekali ialah berkata-kata yang baik tersebut. Maksudnya kata-kata yang baik ialah yang tidak akan menyebabkan timbulnya kerosakan atau permusuhan, serta tidak pula akan menjurus ke arah pembicaraan yang diharamkan oleh syariat ataupun dimakruhkan. Inilah yang dianggap sebagai kata-kata yang memang betul-betul baik. Tetapi sekiranya akan membuat keonaran, permusuhan dan kekacauan atau akan menjurus kepada pembicaraan yang keruh, apalagi yang haram, maka di situlah tempatnya kita tidak boleh berbicara dan lebih baik berdiam diri saja."
310. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, katanya: "Saya berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya saya itu mempunyai dua orang tetangga, maka kepada yang manakah di antara keduanya itu yang saya beri hadiah? "Rasulullah s.a.w. menjawab: "Kepada yang terdekat pintunya denganmu." (Riwayat Bukhari)
311. Dari Abdullah bin Amr radhiallahu 'anhuma, katanya: ''Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Sebaik-baiknya kawan di sisi Allah Ta'ala ialah yang terbaik hubungannya dengan kawannya dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah Ta'ala ialah yang terbaik pergaulannya dengan tetangganya."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
Nota kaki:
Harap diperiksa keterangan Hadis di atas dalam Hadis no. 124. Di situ dihuraikan secara panjang lebar perihal adanya dua pendapat dalam menafsirkannya. Namun demikian tidak ada pertentangan antara yang satu dengan yang lain. Jadi sama-sama boleh diterapkan dan dipakai.
_____________________
۞ BAB 40 ۞
Berbakti Kepada Kedua Orangtua Dan Mempererat Keluarga
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan sembahlah Allah serta jangan menyekutukan sesuatu denganNya. juga berbuat baiklah kepada kedua orangtua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang menjadi kerabat, tetangga yang bukan kerabat, teman seperjalanan, orang yang dalam perjalanan dan hamba sahaya yang menjadi milik tangan kananmu." (an-Nisa': 36)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan namaNya engkau semua saling menuntut hak dan peliharalah kekeluargaan." (an-Nisa': 1)
"Orang-orang yang berakal ialah mereka yang memperhubungkan apa yang diperintahkan untuk diperhubungkan oleh Tuhan - yakni shilatur rahmi." (ar-Ra'ad: 21)
Allah Ta'ala berfirman lagi:
"Dan Kami - Allah - berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya." (al-Ankabut: 8)
Allah Ta'ala berfirman pula:
"Dan Tuhanmu telah menentukan supaya engkau semua jangan menyembah melainkan Dia dan supaya engkau semua berbuat baik kepada kedua orangtua. Dan kalau salah seorang di antara keduanya atau keduanya ada di sisimu sampai usia tua, maka janganlah engkau berkata kepada keduanya dengan ucapan "cis", dan jangan pula engkau menggertak keduanya, tetapi ucapkanlah kepada keduanya itu ucapan yang mulia - penuh kehormatan.
"Dan turunkanlah sayap kerendahan - maksudnya: Rendahkanlah dirimu - terhadap kedua orang tuamu itu dengan kasih-sayang dan katakanlah: "Ya Tuhanku, kasihanilah kedua orang tuaku itu sebagaimana keduanya mengasihi aku di kala aku masih kecil." (al-lsra': 23-24)
Juga Allah Ta'ala berfirman:
"Dan Kami - Allah - berwasiat kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan menderita kelemahan di atas kelemahan - yakni terus -menerus - dan ceraian susuannya dalam dua tahun. Hendaknya engkau bersyukur kepadaKu dan kepada kedua orangtuamu." (Luqman: 14)
312. Dari Abu Abdirrahman iaitu Abdullah bin Mas'ud r.a., katanya: Saya bertanya kepada Nabi s.a.w.: "Manakah amalan yang lebih tercinta di sisi Allah?" Beliau menjawab: "Iaitu shalat menurut waktunya." Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?" Beliau menjawab: "Berbakti kepada orang tua." Saya bertanya pula: "Kemudian apakah?" Beliau menjawab: "Iaitu berjihad fisabilillah." (Muttafaq 'alaih)
313. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Tidak cukuplah seseorang anak terhadap orangtuanya - sebagaimana imbangan jasa, kecuali apabila anak itu menemui orangtuanya sebagai hamba sahaya, lalu membelinya kemudian memerdekakannya." (Riwayat Muslim)
314. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah menghubungi - mempereratkan - kekeluargaannya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau - jikalau tidak dapat - berdiam sajalah." (Muttafaq 'alaih)
315. Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: "Rasulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta'ala menciptakan seluruh makhluk, kemudian setelah selesai dari semuanya itu lalu rahim - kekeluargaan - itu berdiri terus berkata: "Ini adalah tempat orang yang bermohon kepadaMu - Tuhan - daripada perpisahan." Allah berfirman: "Ya, apakah engkau rela jikalau Aku perhubungkan orang yang menghubungimu - kekeluargaan - dan Aku memutuskan orang yang memutuskanmu?" Rahim menjawab: "Ya." Allah berfirman lagi: "Jadi keadaan yang sedemikian itu tetap untukmu - yang menghubungi atau yang memutuskan."
Selanjutnya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Bacalah jikalau engkau semua menghendaki - firman Allah yang ertinya: "Apakah barangkali andaikata engkau semua berkuasa, engkau semua akan membuat kerosakan di bumi dan memutuskan ikatan kekeluargaan? Orang-orang yang sedemikian itulah yang dilaknat oleh Allah, kemudian dituliskan pendengarannya oleh Allah serta dibutakan penglihatannya." - Surah Muhammad: 22-23. (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan demikian: "Kemudian Allah Ta'ala berfirman:
"Barangsiapa yang menghubungimu - kekeluargaan - maka Aku menghubungkannya dan barangsiapa memutuskan kamu, maka Aku juga memutuskannya."
316. Dari Abu Hurairah r.a. lagi, katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk saya persahabati dengan sebaik-baiknya - yakni siapakah yang lebih utama untuk dihubungi secara sebaik-baiknya?" Beliau menjawab: "Ibumu." Ia bertanya lagi: "Lalu siapakah?" Beliau menjawab: "Ibumu." Orang itu sekali lagi bertanya: "Kemudian siapakah?" Beliau menjawab lagi: "Ibumu." Orang tadi bertanya pula: "Kemudian siapa lagi." Beliau menjawab: "Ayahmu." (Muttafaq 'alaih)
Dalam riwayat lain disebutkan:
"Ya Rasulullah. Siapakah orang yang lebih berhak untuk dipersahabati - dihubungi - secara sebaik-baiknya?" Beliau menjawab: "Ibumu, lalu ibumu, lalu ibumu, lalu ayahmu, lalu orang yang terdekat denganmu, yang terdekat sekali denganmu."
Ashshahabah ertinya persahabatannya. Sabdanya tsumma abaka, demikian ini dimanshubkan dengan fi'il yang dibuang, jelasnya birra abaka yakni berbaktilah kepada ayahmu. Dalam riwayat lain disebutkan tsumma abuka dan ini jelas ertinya.
317. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Nabi s.a.w. sabdanya: "Melekat pada tanahlah hidungnya, melekat pada tanahlah hidungnya, sekali lagi melekat pada tanahlah hidungnya - maksudnya memperolehi kehinaan besarlah - orang yang sempat menemui kedua orangtuanya di kala usia tua, baik salah satu atau keduanya, tetapi orang tadi tidak dapat masuk syurga - sebab tidak berbakti kepada orangtuanya." (Riwayat Muslim)
318. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahawasanya ada seorang lelaki berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya saya itu mempunyai beberapa orang kerabat, mereka saya hubungi - yakni saya pereratkan ikatan kekeluargaannya, tetapi mereka memutuskannya, saya berbuat baik kepada mereka itu, tetapi mereka berbuat buruk pada saya, saya bersikap sabar kepada mereka itu, tetapi mereka menganggap bodoh mengenai sikap saya itu." Kemudian beliau s.a.w. bersabda: "Jikalau benar sebagaimana yang engkau katakan itu, maka seolah-olah mereka itu engkau beri makanan abu panas -yakni mereka mendapat dosa yang besar sekali. Dan engkau senantiasa disertai penolong dari Allah dalam menghadapi mereka itu selama engkau benar dalam keadaan yang sedemikian itu." (Riwayat Muslim)
Tusiffuhum dengan dhammahnya ta' dan kasrahnya sin muhmalah serta syaddahnya fa'.
Almallu dengan fathahnya mim dan syaddahnya lam iaitu abu panas. Jadi maksudnya seolah-olah engkau memberi makanan abu panas kepada mereka itu. Ini adalah kata perumpamaan bahawa kaum kerabat yang bersikap seperti di atas itu tentu mendapatkan dosa sebagaimana seorang yang makan abu panas mendapatkan sakit kerana makan itu. Terhadap orang yang berbuat baik ini tidak ada dosanya sama sekali, tetapi orang-orang yang tidak membalas dengan sikap baik itulah yang mendapatkan dosa besar kerana mereka melalaikan hak saudaranya dan memberikan kesakitan - hati dan perasaan - padanya.
Wallahu a'lam.
319. Dari Anas r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang ingin supaya diluaskan rezekinya dan diakhirkan ajalnya, maka hendaklah mempereratkan ikatan kekeluargaannya." (Muttafaq 'alaih) Makna Yunsa-alahu fi atsarihi iaitu diakhirkan ajalnya yakni diperpanjangkan usianya.
320. Dari Anas r.a. pula, katanya: "Abu Thalhah adalah seorang dari golongan kaum Anshar di Madinah yang banyak hartanya, terdiri dari kebun kurma. Di antara harta-hartanya itu yang paling dicintai olehnya ialah kebun kurma Bairuha'. Kebun ini letaknya menghadap masjid - Nabawi di Madinah. Rasulullah s.a.w. suka memasukinya dan minum dari airnya yang nyaman. Ketika ayat ini turun, yang ertinya: "Engkau semua tidak akan memperolehi kebajikan sehingga engkau semua suka menafkahkan dari sesuatu yang engkau semua cintai," maka Abu Thalhah berdiri menuju ke tempat Rasulullah s.a.w., lalu berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman:
لَن تَنَالُواْ الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُواْ مِمَّا تُحِبُّونَ
(ali-lmran: 92)
ertinya sebagaimana di atas. Padahal hartaku yang paling saya cintai ialah kebun kurma Bairuha', maka sesungguhnya kebunku itu saya sedekahkan untuk kepentingan agama Allah Ta'ala. Saya mengharapkan kebajikan serta sebagai simpanan - di akhirat - di sisi Allah. Maka dari itu gunakanlah kebun itu ya Rasulullah, sebagaimana yang Allah memberitahukan kepada Tuan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda: "Aduh, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya - berlipat ganda pahalanya bagi yang bersedekah, yang sedemikian itu adalah merupakan harta yang banyak keuntungannya."Saya telah mendengar apa yang engkau ucapkan dan sesungguhnya saya berpendapat supaya kebun itu engkau berikan kepada kaum keluargamu - sebagai sedekah."
Abu Thalhah berkata: "Saya akan melaksanakan itu, ya Rasulullah." Selanjutnya Abu Thalhah membahagi-bahagikan kebun Bairuha' itu kepada keluarga serta anak-anak pamannya." (Muttafaq 'alaih)
Perihal lafaz-lafaznya sudah dijelaskan di muka dalam bab "infak dari apa-apa yang dicintai" - harap diperiksa dalam Hadis no. 298.
321. Dari Abdullah bin Amr bin al'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ada seorang lelaki menghadap Nabi s.a.w. lalu berkata: "Saya berbai'at kepada Tuan untuk ikut berhijrah serta berjihad yang saya tujukan untuk mencari pahala dari Allah Ta'ala." Beliau bertanya: "Apakah salah seorang dari kedua orangtuamu itu masih ada yang hidup?" Orang itu menjawab: "Ya, bahkan keduanya masih hidup." Beliau bersabda: "Apakah maksudmu hendak mencari pahala dari Allah Ta'ala?" Ia menjawab: "Ya." Beliau bersabda: "Kalau begitu kembali sajalah ke tempat kedua orangtuamu, lalu berbuat baiklah dalam mengawani keduanya itu."(Muttafaq 'alaih)
Ini adalah lafaznya Imam Muslim. Dalam riwayat Imam-imam Bukhari dan Muslim lainnya disebutkan pula demikian:
"Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w. lalu memohon izin kepada beliau untuk ikut berjihad, lalu beliau bersabda: "Adakah kedua orangtuamu masih hidup?" Ia menjawab: "Ya." Lalu beliau s.a.w. bersabda: "Kalau begitu, berjihadlah dalam kedua orangtuamu itu - dengan berbuat baik dan memuliakan keduanya itu."
322. Dari Abdullah bin Amr bin al'Ash r.a. pula dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Bukannya orang yang menghubungi - mempererat kekeluargaan - itu dengan orang yang mencukupi - yakni yang sama-sama menghubunginya, tetapi orang yang menghubungi itu ialah orang yang apabila keluarganya itu memutuskan ikatan kekeluargaannya, lalu ia suka menghubunginya - menyambungnya kembali." (Riwayat Bukhari)
323. Dari Aisyah radhiallahu 'anha dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Rahim - kekeluargaan - itu tergantung pada 'Arasy sambil berkata: "Barangsiapa yang menghubungi aku - mempererat kekeluargaan, maka Allah menghubunginya dan barangsiapa memutuskan aku, maka Allah memutuskannya." (Muttafaq 'alaih)
324. Dari Ummul mu'minin iaitu Maimunah binti al-Harits radhiallahu 'anha, bahawasanya dia memerdekakan seorang hamba sahayanya - perempuan - dan tidak meminta izin lebih dulu kepada Nabi s.a.w. Ketika datang hari gilirannya yang waktu itu beliau berputar untuknya, maka Maimunah berkata: "Adakah Tuan mengetahui, ya Rasulullah, bahawa saya telah memerdekakan hamba-sahayaku?" Beliau s.a.w. bersabda: "Adakah itu sudah engkau kerjakan." Ia menjawab: "Ya, sudah." Beliau bersabda: "Alangkah baiknya kalau hamba sahaya itu engkau berikan saja kepada pamanmu dari jurusan ibu, kerana yang sedemikian itu adalah lebih besar pahalanya untukmu." (Muttafaq 'alaih)
325. Dari Asma' binti Abu Bakar as-Shiddiq radhiallahu 'anhuma, katanya: "Ibuku datang ke tempatku sedang dia adalah seorang musyrik di zaman Rasulullah s.a.w. - Iaitu di saat berlangsungnya perjanjian Hudaibiyah antara Nabi s.a.w. dan kaum musyrikin.
Kemudian saya meminta fatwa kepada Rasulullah s.a.w., saya berkata: "Ibuku datang padaku dan ia ingin meminta sesuatu, apakah boleh saya hubungi ibuku itu, padahal ia musyrik?" Beliau s.a.w. bersabda: "Ya, hubungilah ibumu." (Muttafaq 'alaih)
Ucapan Asma': Raghibah ertinya ialah ingin sekali meminta sesuatu yang ada padaku. Ada yang mengatakan bahawa yang datang itu benar-benar ibunya sendiri dari nasabnya, tetapi ada puia yang mengatakan bahawa itu adalah ibunya dari susuan yakni yang pernah menyusuinya waktu kecil. Yang shahih ialah pendapat yang pertama yakni ibunya sendiri.
326. Dari Zainab as-Tsaqafiyah iaitu isteri Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu wa'anha, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bersedekahlah engkau semua, hai kaum wanita dari perhiasan-perhiasanmu." Zainab berkata: "Saya lalu kembali ke tempat Abdullah bin Mas'ud, lalu saya berkata: "Sesungguhnya engkau ini seorang lelaki yang ringan tangannya - maksudnya dalam keadaan kurang harta, dan sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah memerintahkan kita untuk memberikan sedekah. Maka datanglah engkau kepada beliau dan tanyakanlah, jikalau sekiranya yang sedemikian itu mencukupi daripadaku, maka akan saya berikan saja padamu maksudnya ialah jikalau hartaku sendiri ini boleh diberikan kepada sesama keluarga, tentu lebih baik untuk kepentingan keluarga saja. Tetapi jikalau tidak mencukupi yang sedemikian itu - yakni tidak boleh kepada keluarga sendiri, maka akan saya berikan kepada orang lain."
Abdullah - suaminya - berkata: "Bahkan engkau saja yang datang pada beliau."
Kemudian saya - Zainab - berangkat, tiba-tiba ada seorang wanita dari kaum Anshar yang sudah ada di pintu Rasulullah s.a.w., sedang keperluanku sama benar dengan keperluannya.
Rasulullah s.a.w. itu besar sekali kewibawaan yang ada padanya. Kemudian Bilal keluar menemui kita, lalu kita berkata: "Datanglah kepada Rasulullah s.a.w., kemudian beritahukanlah bahawasanya ada dua orang wanita sedang menanti di pintu untuk bertanya kepada Tuan: "Apakah sedekah itu mencukupi, jikalau diberikan saja kepada suami-suaminya serta anak-anak yatim yang ada dalam tanggungannya? Tetapi janganlah diberitahukan siapa kita yang datang ini!" Bilal lalu masuk kepada Rasulullah s.a.w., kemudian menanyakan soal di atas itu. Rasulullah s.a.w. bertanya: "Siapakah kedua orang itu?" Bilal menjawab: "Seorang wanita dari kaum Anshar dan yang seorang Zainab." Rasulullah s.a.w. bertanya: "Zainab yang mana - sebab nama Zainab banyak." Bilal menjawab: "Zainab isteri Abdullah." Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Kedua wanita itu mendapatkan dua pahala jikalau diberikan kepada keluarganya sendiri, iaitu pahala kerana kekeluargaan dan pahala sedekahnya." (Muttafaq 'alaih)
327. Dari Abu Sufyan iaitu Shakhr bin Harb r.a. dalam Hadisnya yang panjang perihal kisahnya Hercules, bahawasanya Hercules berkata kepada Abu Sufyan: "Dia menyuruh apakah kepadamu semua?" - yang dimaksudkan ialah Nabi s.a.w. Abu Sufyan menjawab: Saya lalu berkata: "Nabi itu mengucapkan demikian: "Sembahlah Allah yang Maha Esa dan jangan menyekutukan sesuatu denganNya. Juga tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan oleh nenek moyangmu - tentang i'tikad yang salah-salah. Dia menyuruh pula kepada kita supaya kita melakukan shalat, berkata benar, menahan diri dari menjalankan keharaman serta mempererat kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)
328. Dari Abu Zar r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Engkau semua akan membebaskan suatu tanah yang di situ digunakan sebutan qirath - untuk mata wangnya." Dalam sebuah riwayat lagi disebutkan: "Engkau semua akan membebaskan Mesir, iaitu tanah yang di situ digunakanlah nama qirath, maka berwasiatlah kepada penduduk di situ dengan baik-baik, sebab sesungguhnya mereka itu mempunyai hak kehormatan serta kekeluargaan."
Dalam riwayat lain disebutkan: "Jikalau engkau telah membebaskannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya, sebab sesungguhnya mereka itu mempunyai hak kehormatan dan kekeluargaan," atau dalam riwayat lain disebutkan: "Mereka mempunyai hak kehormatan dan periparan - dari kata ipar." (Riwayat Muslim)
Para ulama berkata: "Rahim yang dimiliki oleh penduduk Mesir ialah kerana Hajar, ibunya Nabi Ismail adalah dari bangsa mereka sedang "shihr" atau ipar ialah kerana Mariah, ibunya Ibrahim, putera Rasulullah s.a.w. juga dari bangsa Mesir itu.
329. Dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Ketika ayat ini turun iaitu yang ertinya: Dan berilah peringatan kepada kaum keluarga-mu yang dekat-dekat - as-Syu'ara' 214, lalu Rasulullah s.a.w. mengundang kaum Quraisy, kemudian merekapun berkumpullah, undangan itu ada yang secara umum dan ada lagi yang khusus, lalu beliau bersabda: "Hai Bani Ka'ab bin Luay, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Murrah bin Ka'ab, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Syams, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdu Manaf, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Hasyim, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Bani Abdul Muththalib, selamatkanlah dirimu semua dari neraka. Hai Fathimah - puteri Rasulullah s.a.w., selamatkanlah dirimu dari neraka, kerana sesungguhnya saya tidak dapat memiliki sesuatu untukmu semua dari Allah - maksudnya saya tidak dapat menolak siksa yang akan diberikan oleh Allah padamu, jikalau engkau tidak berusaha menyelamatkan diri sendiri dari neraka. Hanya saja engkau semua itu mempunyai hubungan kekeluargaan belaka - tetapi ini jangan diandai-andaikan untuk dapat selamat di akhirat. Saya akan membasahinya dengan airnya." (Riwayat Muslim)
Sabdanya Rasulullah: Bibalaliha, itu dengan fathahnya ba' kedua dan boleh pula dengan dikasrahkan. Albalal ertinya air. Makna Hadis: Saya akan membasahinya dengan airnya ialah saya akan menghubungi kekeluargaan itu. Beliau s.a.w. menyerupakan terputusnya kekeluargaan itu sebagai sesuatu yang panas yang dapat dipadamkan dengan air dan yang panas ini dapat didinginkan dengan mempereratkan kekeluargaan itu.
330. Dari Abu Abdillah, iaitu 'Amr bin al'Ash radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Nabi s.a.w. bersabda secara terang-terangan tidak dirahsiakan lagi, iaitu: "Sesungguhnya keluarga Abu Fulan itu bukannya kekasihku. Hanyasanya kekasihku ialah Allah dan kaum mu'minin yang shalih. Tetapi mereka itu ada hubungan kekeluargaan denganku yang saya akan membasahi dengan airnya - yakni saya pereratkan ikatan kekeluargaan dengan mereka." Muttafaq 'alaih, sedang lafaznya adalah dari Imam Bukhari.
331. Dari Abu Ayyub, iaitu Khalid bin Zaidal-Anshari r.a. bahawa ada seorang lelaki berkata: "Ya Rasulullah, beritahukanlah kepada saya suatu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga." Kemudian Nabi s.a.w. bersabda: "Engkau supaya menyembah kepada Allah dan janganlah engkau menyekutukan sesuatu denganNya, juga supaya engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mempererat ikatan kekeluargaan." (Muttafaq 'alaih)
332. Dari Salman bin 'Amir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Jikalau seseorang dari engkau semua itu berbuka, maka berbukalah atas kurma, sebab sesungguhnya kurma itu ada berkahnya, tetapi jikalau tidak menemukan kurma, maka hendaklah berbuka atas air, sebab sesungguhnya air itu suci."
Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda:
"Bersedekah kepada orang miskin adalah memperolehi satu pahala sedekah saja, tetapi kepada - orang miskin - yang masih ada hubungan kekeluargaan, maka memperoleh dua kali, iaitu pahala sedekah dan pahala mempereratkan kekeluargaan." Hadis hasan yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan.
333. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Di bawah saya ada seorang wanita - maksudnya: Saya mempunyai seorang isteri - dan saya mencintainya, sedangkan Umar - ayahnya membencinya, lalu Umar berkata kepadaku: "Ceraikanlah isterimu itu!" sedang saya enggan melakukannya. Umar lalu mendatangi Nabi s.a.w. kemudian menyebutkan keadaan yang sedemikian itu, maka Nabi s.a.w. bersabda: "Ceraikanlah wanita itu." Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Imam Tirmidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.
334. Dari Abuddarda' r.a. bahawasanya ada seorang lelaki datang kepadanya: "Sesungguhnya saya mempunyai seorang isteri dan sesungguhnya ibuku menyuruh kepadaku supaya aku menceraikannya." Kemudian Abuddarda' berkata: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Orangtua adalah pintu yang paling tengah di antara pintu-pintu syurga." Maka jikalau engkau suka, buanglah pintu itu - tidak perlu mengikuti perintahnya atau tidak berbakti padanya, tetapi ini adalah dosa besar, atau jagalah pintu tadi - dengan mengikuti perintah dan berbakti dan ini besar pahalanya." Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis shahih.
335. Dari Albara' bin 'Azib radhiallahu 'anhuma dari Nabi s.a.w., sabdanya:
"Bibi adalah sebagai gantinya ibu."
Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahawa ini adalah Hadis shahih.
Dalam bab ini terdapatlah beberapa Hadis yang masyhur-masyhur dalam kitab Hadis yang shahih. Di antaranya adalah Hadis orang-orang yang tertahan dalam gua - lihat Hadis no. 12 - dan Hadis Juraij - lihat Hadis no. 260. Keduanya sudah disebutkan lebih dulu. Masih banyak lagi Hadis-hadis yang masyhur dalam kitab shahih, tetapi saya hilangkan untuk meringkaskannya.
Di antara Hadis-hadis itu yang terpenting ialah Hadisnya 'Amr bin'Abasah r.a.,sebuah Hadis panjang yang mengandungi beberapa huraian yang banyak sekali darihal kaedah-kaedah Islam dan adab-adabnya. Hadis itu akan saya uraikan dengan selengkapnya Insya Allah dalam bab Raja' (Mengharapkan), Di dalam Hadis itu disebutkan di antaranya:
"Saya - yakni 'Amr bin 'Abasah - masuk kepada Nabi s.a.w. di Makkah - yakni pada waktu permulaan nubuwwah atau diangkatnya sebagai Nabi, lalu saya berkata padanya: "Siapakah Tuan itu?" Beliau menjawab: "Nabi." Saya bertanya: "Apakah Nabi itu?" Beliau menjawab: "Saya diutus oleh Allah." Saya bertanya lagi: "Dengan apakah Tuan diutus oleh Allah?" Beliau menjawab: "Allah mengutus saya dengan perintah mempereratkan ikatan kekeluargaan, mematahkan semua berhala dan supaya Allah itu di Maha Esakan, iaitu tidak ada sesuatu apapun yang dipersekutukan denganNya," dan ia menyebutkan kelengkapan Hadis itu selanjutnya.
Wallahu Ta'ala a'lam.
Wa bihil'aunu walquwwah (Dengan Allah kita dapat memperolehi pertolongan dan kekuatan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar